Senin, 01 Desember 2008

batik anggun

Sejarah Batik Indonesia


Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.

Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.



Perkembangan Batik di Indonesia

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Proses pembuatan batik
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.

Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.


  • Untuk membuat batik, peralatan yang diperlukan adalah : kain mori (bisa terbuat dari sutra, katun atau campuran kain polyester), pensil untuk membuat desain batik, canting yang terbuat dari bambu, berkepala tembaga serta bercerat atau bermulut, canting ini berfungsi seperti sebuah pulpen. Canting dipakai untuk menyendok lilin cair yang panas, yang dipakai sebagai bahan penutup atau pelindung terhadap zat warna. gawangan (tempat untuk menyampirkan kain), lilin, panci dan kompor kecil untuk memanaskan.

    Langkah - langkahnya adalah sebagai berikut :
    1. Langkah pertama kita membuat desain batik diatas kain mori dengan pensil atau biasa disebut molani. Dalam penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motif-motif umum yang telah ada.


    2. Langkah kedua adalah menggunakan canting yang telah berisi lilin cair untuk melapisi motif yang diinginkan. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena. Setelah lilin cukup kering, celupkan kain ke dalam larutan pewarna.


    3. Proses terakhir adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus dengan air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya luntur).

    Maka hasilnya adalah kain batik yang dikenal dengan kain batik tulis. Penamaan itu diberikan, karena disamping batik tulis, ada juga batik cap, batik printing, batik painting dan sablon.
  • JENIS DAN MOTIF BATIK
    Pada dasarnya, berdasarkan proses pembuatannya batik bisa diklasifikasikan sebagai berikut :
    Pertama, pola tradisional. Batik ini juga dikenal sebagai Batik Tulis. Dibuat dengan canting berisi malam atau lilin cair. Canting adalah sebentuk cawan tembaga mungil dengan pipa di ujungnya dalam ukuran kecil. Dengan canting inilah para seniman batik melukiskan lilin cair diatas selembar kain, biasanya kain mori (putih). Selanjutnya kain yang sudah dilukis tersebut dilakukan pewarnaan. Pewarna yang digunakan pun pewarna alam, seperti pohon mengkudu, soga, nila, buah jelawe, kayu tingi dan banyak lagi.
    Kedua, pada awal tahun 920-an mulailah dikenal batik cap. Munculnya batik jenis ini, seiring dengan masuknya pewarna tekstil sintetis buatan China. Pola batik jenis ini, dibuat dengan canting cap, dimana canting yang digunakan sudah berbentuk pola, sehingga mempercepat proses.
    Ketiga, adalah batik printing. Batik inilah yang disinyali banyak mematikan para pengrajin batik yang masih bertahan di berbagai penjuru Indonesia. Disebut printig karena batik jenis ini dicetak dengan mesin tekstil sehingga secara kuantitas produktivitas atau penyediaan jumlah hasil batikan menjadi berlipat ganda.
    Selain ketiga cara pembuatan diatas, terdapat pula cara pembuatan batik yang lain, yaitu Batik sablon ( yaitu batik yang motifnya dicetak dengan klise / hand print) dan Batik painting (yaitu batik yang dibuat tanpa pola, tetapi langsung meramu warna di atas kain).Bahkan kini sudah ada metode pembuatan batik menggunakan sinar laser.
    Motif batik di Indonesia yang cukup terebar, diyakini memiliki kandungan filosofis, sesuai dengan tempat diproduksinya. Bahkan, di beberapa tempat ada cara membatik yang harus didahului dengan ritual tertentu, seperti membaca mantera atau berpuasa terlebih dulu.
    Batik Jawa sendiri memiliki keunikan pada isen-isen atau isi yang berupa titik, garis halus, atau ornamen lain dalam bentuk ragam hias. Desain batik jawa memiliki dua aturan dasar. Pertama berdasarkan konstruksi geometri berupa kotak-kotak, garis diagonal, atau lingkaran dengan segala pengembangan stilasi. Kedua desain nongeometri seperti tangkai, bunga, daun, kuncup (flora), dan bentuk binatang (fauna).
    Dalam batik jawa, masih bisa dibedakan lagi menjadi batik yang dipengaruhi budaya kraton, dan batik yang hidup diluar pengaruh kraton.
    Batik Yogyakarta, memiliki tidak kurang dari 400-an motif. Ini menyesuaikan dengan banyak upacara adat dan keagamaan. Motif batik pola truntum, grompol, nagasari, gringging, ceplok, mangkara, sidoasih, sidomukti, semen rama, juga pola nitik cakar ayam yang menyimbolkan kesuburan bagi orang yang mengarungi hidup baru, banyak digunakan untuk upacara perkawinan.
    Sementara motif Parang Barong, hanya dikenakan Sultan atau Raja dan seluruh leluhurnya, dikerjakan dengan sangat rumit dan ekstra hati-hati. Setiap garis yang membentuk pola ini harus ditulis dengan satu tarikan nafas agar tidak terputus, sehingga dibutuhkan pemusatan atau konsentrasi lahir dan batin. Motif ini mngandung larangan untuk dipakai orang lain, diluar keluarga Sultan. Karenanya, batik ini dinilai sangat sakral.
    Pada dasarnya, batik Yogyakarta dan Solo, dikenal dengan ragam motif. Ketika feodalisme masih diterapkan, ada hierarki tertentu sehingga tak setiap motif batik bisa dipakai sembarang orang. Saat ini yang masih tersisa dari batik kraton baik Solo maupun Yogya adalah penggunaan warna putih, coklat, hitam, dan biru. Kendati demikian, sentra-setra batik di luar lingkaran kraton, misalnya pesisiran, dengan dinamika yang tak kalah kencang, membangun sendiri nilai-nilai budaya komunitasnya yang egaliter.
    Maka, kini ketika batik makin mendapat pengakuan dan diburu banyak kolektor, batik pesisiran juga tidak kalah memancar auranya, dibanding batik-batik produk kraton. Apalagi dengan warna-warni yang lebih kaya dan lebih funky, seperti merah, kuning, hijau, dan lain-lain.